Advertisement
Persoalan ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Gresik dengan nomor perkara 12/Pdt.Bth/2025/PN.Gsk. Pada Jumat, 5 Juli 2025, majelis hakim menggelar pemeriksaan setempat (PS) di lokasi sengketa di Jalan KH. Syafi’i No. 111, Desa Suci. Sidang ini bertujuan menilai kondisi fisik dan batas-batas faktual lahan, serta mencocokkan penguasaan dari masing-masing pihak.
Pemeriksaan lapangan dihadiri oleh kuasa hukum para pihak, perangkat desa, dan warga sekitar yang mengenal langsung riwayat tanah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui kuasa hukumnya, Riki Wirawan, A.Md.Kep., S.H., M.H., Haji Saji menegaskan bahwa lahan tersebut merupakan warisan keluarga yang telah dikuasai secara turun-temurun.
“Tanah itu milik keluarga Pak Haji Saji sejak lama. Tahun 2008 memang ada penjualan sebagian kecil, sekitar 80 meter persegi di bagian depan kepada Pak Haji Nurchan,” jelas Riki usai sidang lapangan.
Riki menegaskan tidak pernah ada transaksi jual beli lainnya, terutama kepada Ketut. “Tidak ada akta jual beli atas nama Ketut yang pernah ditandatangani klien kami,” tegasnya.
Masalah mulai mencuat ketika Ketut, pada tahun 2015, tiba-tiba muncul dengan membawa sertifikat atas nama dirinya, mencakup seluruh bidang tanah. Ia bahkan melaporkan Haji Saji dan Haji Nurchan ke kepolisian atas dugaan penyerobotan.
Pihak Haji Saji mencurigai proses terbitnya sertifikat tersebut. Menurut Riki, sekitar tahun 2010, Ketut pernah meminjam sertifikat asli tanah dengan alasan akan membantu pengajuan pinjaman bank.
“Klien kami tidak pernah menerima uang pinjaman. Bahkan, ia diminta menandatangani kertas kosong oleh seseorang yang mengaku dari bank,” jelas Riki.
Ia menduga bahwa tindakan itu adalah bagian dari rencana terstruktur untuk mengambil alih lahan secara diam-diam. Dari sinilah diyakini SHM atas nama Ketut bisa terbit tanpa sepengetahuan pemilik sah.
Kini, dua jalur hukum berjalan bersamaan. Ketut menggugat secara perdata di PN Gresik, sembari melaporkan Haji Saji dan Haji Nurchan ke Polres Gresik atas dugaan penyerobotan tanah.
Sebaliknya, Haji Saji melalui kuasa hukumnya telah melaporkan balik Ketut atas dugaan pemalsuan dokumen, penipuan, dan penggelapan aset.
Kasus tersebut kini ditangani unit terkait di Polres Gresik, termasuk mendalami legalitas penerbitan SHM atas nama Ketut.
Sementara itu, kuasa hukum Haji Nurchan, Dany Try Handianto, S.H., menyatakan bahwa kliennya adalah korban. Ia mengungkapkan bahwa sejak pembelian tanah pada 2008, Haji Nurchan telah membangun warung dan menempatinya lebih dari 15 tahun tanpa gangguan.
“Pembelian dilakukan secara sah. Tapi anehnya, klaim dari Ketut justru muncul sekarang, lengkap dengan sertifikat,” ujar Dany.
Ia menyoroti kemungkinan adanya kelalaian atau pelanggaran prosedur dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam proses penerbitan SHM. Pihaknya mendesak dilakukan audit menyeluruh terhadap proses sertifikasi dan riwayat tanah tersebut. Nank's
“Tanah itu milik keluarga Pak Haji Saji sejak lama. Tahun 2008 memang ada penjualan sebagian kecil, sekitar 80 meter persegi di bagian depan kepada Pak Haji Nurchan,” jelas Riki usai sidang lapangan.
Riki menegaskan tidak pernah ada transaksi jual beli lainnya, terutama kepada Ketut. “Tidak ada akta jual beli atas nama Ketut yang pernah ditandatangani klien kami,” tegasnya.
Masalah mulai mencuat ketika Ketut, pada tahun 2015, tiba-tiba muncul dengan membawa sertifikat atas nama dirinya, mencakup seluruh bidang tanah. Ia bahkan melaporkan Haji Saji dan Haji Nurchan ke kepolisian atas dugaan penyerobotan.
Pihak Haji Saji mencurigai proses terbitnya sertifikat tersebut. Menurut Riki, sekitar tahun 2010, Ketut pernah meminjam sertifikat asli tanah dengan alasan akan membantu pengajuan pinjaman bank.
“Klien kami tidak pernah menerima uang pinjaman. Bahkan, ia diminta menandatangani kertas kosong oleh seseorang yang mengaku dari bank,” jelas Riki.
Ia menduga bahwa tindakan itu adalah bagian dari rencana terstruktur untuk mengambil alih lahan secara diam-diam. Dari sinilah diyakini SHM atas nama Ketut bisa terbit tanpa sepengetahuan pemilik sah.
Kini, dua jalur hukum berjalan bersamaan. Ketut menggugat secara perdata di PN Gresik, sembari melaporkan Haji Saji dan Haji Nurchan ke Polres Gresik atas dugaan penyerobotan tanah.
Sebaliknya, Haji Saji melalui kuasa hukumnya telah melaporkan balik Ketut atas dugaan pemalsuan dokumen, penipuan, dan penggelapan aset.
Kasus tersebut kini ditangani unit terkait di Polres Gresik, termasuk mendalami legalitas penerbitan SHM atas nama Ketut.
Sementara itu, kuasa hukum Haji Nurchan, Dany Try Handianto, S.H., menyatakan bahwa kliennya adalah korban. Ia mengungkapkan bahwa sejak pembelian tanah pada 2008, Haji Nurchan telah membangun warung dan menempatinya lebih dari 15 tahun tanpa gangguan.
“Pembelian dilakukan secara sah. Tapi anehnya, klaim dari Ketut justru muncul sekarang, lengkap dengan sertifikat,” ujar Dany.
Ia menyoroti kemungkinan adanya kelalaian atau pelanggaran prosedur dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam proses penerbitan SHM. Pihaknya mendesak dilakukan audit menyeluruh terhadap proses sertifikasi dan riwayat tanah tersebut. Nank's