Advertisement
Oleh Redaksi
BhirawaNews.com||SURABAYA-Ia datang bukan membawa pujian, tapi luka. Ia berdiri bukan karena tak pernah jatuh, tapi karena berhasil bangkit. Lelaki itu kini kembali menulis, kembali bernapas… dan untuk pertama kalinya sejak lama, kembali mencintai.
Setelah semua kehancuran yang ia lewati—ketika cinta pernah pergi, ketika keluarga sempat meninggalkannya, ketika dunia membungkam namanya—Tuhan seperti memberinya satu kejutan kecil: seseorang yang bersedia menggenggam tangannya, dengan semua luka yang masih terbuka.
Bukan orang asing. Bukan cinta baru. Tapi sahabat lamanya sendiri.
“Dulu kami pernah dekat, tapi hidup memisahkan kami. Saat saya jatuh, dia kembali datang… bukan untuk menghakimi, tapi untuk mendengar. Bukan untuk menuntut, tapi untuk memeluk.”
Perempuan itu tahu segalanya tentangnya, tentang penjara, tentang narkoba, tentang pengkhianatan terhadap diri sendiri. Tapi ia tak mundur. Ia tetap tinggal.
“Saya bahkan sempat tanya, ‘Kenapa kamu masih mau sama orang kayak saya?’ Dan dia cuma jawab: ‘Karena aku tahu kamu sedang mencoba kembali jadi dirimu yang dulu. Dan itu cukup." Ucapnya.
Sejak saat itu, hidup lelaki itu berubah drastis. Ia tak hanya menjauhi narkoba, tapi juga lingkungan lama yang dulu menjerumuskannya. Satu persatu, ia tinggalkan teman-teman yang pernah membawanya ke jurang. Bukan karena benci, tapi karena sadar, jika ingin sembuh, ia harus meninggalkan apa pun yang membuatnya sakit.
“Saya gak bisa tumbuh kalau saya tetap berada di tengah-tengah orang yang masih hidup dalam lingkaran gelap itu. Saya pamit baik-baik. Saya ingin hidup. Saya ingin waras. Saya ingin menjaga dia… perempuan yang percaya saya bisa berubah.” tegasnya.
Kini, ia berjanji. Bukan janji manis ala film-film. Tapi janji nyata, yang lahir dari air mata dan kehilangan:
“Saya nggak akan janji kaya, saya nggak akan janji sempurna. Tapi saya janji: saya nggak akan menyentuh barang haram itu lagi, seumur hidup saya. Saya ingin hidup. Dan saya ingin bahagiakan dia. Karena dia percaya… di saat saya pun nggak percaya pada diri saya sendiri.” jelasnya.
Ia tahu, masa lalu tak bisa dihapus. Tapi masa depan bisa ditulis ulang. Dan kali ini, ia ingin menulis dengan cinta, bukan pelarian. Dengan kejujuran, bukan topeng. Dengan keberanian, bukan kebohongan.
“Dulu saya hancurkan hidup saya sendiri. Sekarang saya belajar… bagaimana menjaga hidup orang lain. Ini bukan tentang romansa. Ini tentang tanggung jawab. Dan saya nggak akan gagal lagi.”
Di dunia yang cepat menghakimi dan lambat memaafkan, kisah ini jadi pengingat bahwa kadang, cinta sejati datang bukan saat kita bersinar, tapi justru saat kita paling gelap. Bahwa menjauh dari lingkungan yang salah bukan berarti sombong tapi syarat mutlak untuk bertahan hidup.
Karena kadang, yang menyelamatkan kita bukan motivasi, bukan mimpi, bukan omelan… tapi satu kalimat sederhana dari orang yang mencintai,
“Aku tahu kamu bisa berubah. Dan aku akan di sini… saat kamu mencoba.”(DVD)